Tiga Gunung: Prolog ‘Lapis-lapis Keberkahan’

Tags

,

oleh Salim A. Fillah dalam Rajutan Makna. 21/02/2014, copied from http://salimafillah.com/tiga-gunung-prolog-lapis-lapis-keberkahan-2/

lapis keberkahan

Dua gunung yang pertama; Akhsyabain julukannya.

Seperti sebutan itu pula wujudnya; dua yang kokoh, pejal, dan keras. Bagai mempelai pengantin, keduanya menjulang tinggi dengan gagah dilatari pelaminan langit. Cahaya mentaripun melipir ketika bayang-bayangnya jatuh di hamparan pasir. Dinding gunung-gunung ini cadas berrona merah, menyesak ke arah Thaif dan Makkah. Angin gurun yang sanggup menerbangkan kerikil, seakan tak mampu mengusiknya walau secuil.

Yang satu bernama Abu Qubais, sedang pasangannya Qa’aiqa’an.

Adalah malaikat penjaga kedua gunung ini suatu hari digamit Jibril menyapa seorang lelaki yang berjalan tertatih di Qarn Al Manazil. Bekas darah yang merahnya mulai menua dan lengket masih tampak di kakinya. Ada yang bening berbinar sendu di sudut matanya. Wajah itu tetap cahaya meski awan lelah dan kabut duka memayungi air mukanya. Jelas beban berat menggenangi jiwanya, tapi kita nanti akan tahu, yang tumpah ruah tetaplah cinta. Continue reading

Audisi Bintang ASik Telkomsel

Tags

, ,

Punya bakat dan hobi nyanyi tapi malas ikut audisi karena harus menunggu berjam-jam? Saatnya kamu ikutan Bintang Asik kontes menyanyi yang berbeda dengan kontes lainnya. Bintang Asik yang didukung penuh oleh Telkomsel ini diperuntukkan buat kamu kawula muda yang berbakat di dunia tarik suara.

Mengapa Bintang Asik berbeda? Di kontes menyanyi ini, kamu tidak perlu mengantri audisi dari pagi hingga malam. Tinggal menekan 91945 melalui kartuHalosimPATI dan kartu As, kamu bisa langsung mengikuti audisi melalui sambungan telepon dari mana saja. Selain itu dari audisi hingga babak penyisihan dilakukan secara digital, canggih kan?

Proses penjurian Bintang Asik ini tergolong unik karena ditangani langsung oleh para jurnalis musik, pekerja label rekaman dan radio, hingga para kritikus musik. Jika kamu memiliki suara yang bagus dan berkarakter, tentunya peluang untuk menang selalu ada dan terbuka lebar.

Untuk informasi dan update tentang Bintang Asik, kamu bisa like Fanpage Bintang Asik, follow@bintang_asik, subscribe YouTube Bintang Asik.

bintangASik

Cerdas Media*

Tags

, ,

Saya sangat setuju dengan salam Majalah Hidayatullah Oktober 2012, judulnya: Cerdas Media.

Belakangan ini rasanya malas banget nonton berita di tv, terlalu terasa ketidakberimbangan beritanya, seringkali mem-blow-up berita yang tidak terlalu penting sedangkan  di sisi lain ada peristiwa yang lumayan ‘besar’ tapi hanya sekali ditayangkan atau bahkan sama sekali tidak diliput.

Belum lagi sesi dialog yang tidak jarang mengundang narasumber yang tidak kompeten dan memang di-set untuk mendukung opini sang media, yang semuanya bertujuan pengarahan opini publik demi kepentingan para pemilik dana dan media. Ada lagi, anchor cewek sekarang agak minim gitu ya pakaiannya… [?]

Supaya tidak ketinggalan berita, saya memilih membaca berita online; republika, Hidayatullah, Eramuslim, sambil tetap mengikuti selera pemberitaan detik.com dan lain-lain

Berikut kutipan rubric Salam Hidayatullah :

‘Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka telitilah kebenarannya…’ (Al-Hujurat [49]:6)

Joseph Gobel, juru propaganda Nazi Jerman dan Hitler pernah berkata, ‘Jika kita mengulang-ulang kebohongan sesering mungkin, maka lama kelamaan rakyat pasti mempercayai kebenaran itu sebagai kebenaran’.

Prinsip ini pernah digunakan Amerika Serikat saat menjatuhkan bom atom ke Hiroshima and Nagasaki pada perang dunia kedua beberapa puluh tahun yang lalu

Sebagai pembenaran atas pengeboman ini, Negara paman sam tersebut sebelumnya membuat scenario memancing Jepang agar mau menggempur Pearl Harbor pada 1941

Pancingan kena. Jepang tak sadar kalau mereka masuk dalam scenario yang dibuat AS. Gempuran Jepang itu justru menyebabkan dunia membenarkan tindakan AS membumihanguskan Hiroshima dan Nagasaki

Scenario ini pula yang didugakuat dilakukan AS saat tragedy WTC sekitar 11 tahun silam. Akibat ledakan ini dunia merasa perlu bekerja sama memberangus aksi terorisme di mana pun berada

Anehnya, program ini amat memojokkan umat Islam dengan syariatnya, termasuk di Indonesia. Para pejuang syariat diidentikkan dengan kaum radikal yang amat berbahaya.

Propaganda ini lama kelamaan membuat masyarakat lebih takut kepada pria berjenggot dan bercelana cingkrang ketimbang pria bertato. Lebih menaruh curiga kepada pria yang rajin sholat Dhuha ketimbang rajin nongkrong di perempatan.

Ini semua buah dari scenario yang didesain amat rapi. Scenario ini tentu saja melibatkan media massa. Tanpa media, scenario ini takkan ‘ditonton’ oelh masyarakat. Survey yang dilakukan BBC dan Reuters pada tahun 2006 di 10 negara, termasuk Indonesia, menunjukkan media lebih dipersaya dari pada pemerintah.

Ini fakta bahwa peran media amat besar dalam membangun opini masyarakat. Apalagi bila media dan pemerintah saling mendukung opini tersebut. Opini y ang dibangun akan jauh lebih kuat.

Oelh karena itu, msyarakat harus cerdas menelaah informasi yang disajikan media. Masyarakat harus ‘cerdas media’. Bagaimana caranya?

Manakala ada orang fasik membawa berita, firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 6, janganlah langsung dipercaya. Lakukan klarifikasi terlebih dahulu. Inilah cerdas media.

Siapa orang fasik itu? Para ulama menafsirkan, orang-orang fasik adalah orang-orang kafir, munafik dan mereka ang gemar melakukan dosa-dosa besar .

Dalam konteks media massa, sifat fasik ini bisa disematkan pada dua hal. Pertama, kepada narasumber yang diwawancarai media tersebut. Kedua, kepada media yang menyebarkan berita itu sendiri.

Kepada merekalah kita harus berhati-hati. Informasi yang disampaikan mereka jangan ditelan mentah-mentah. Selalu ada misi di balik berita yang mereka sebarkan. Walahu a’lam

*) Judul rubrik Salam Majalah Hidayatullah Oktober 2012

 

 

 

Anak; Antara Karunia dan Bencana

Oleh: Abu Hudzaifah, Lc

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Rabbnya seraya berkata, “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau dzurriyah thayyibah (seorang anak yang baik). Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS:Ali ‘Imran : 38)

KETIKA Nabi Zakariya as. menyaksikan sendiri bahwa Allah Ta’ala telah memberi karunia kepada Maryam berupa buah-buahan musim panas di musim dingin dan buah-buahan musim dingin di musim panas, saat itulah ia berharap sekali ingin memiliki seorang anak. Saat itu ia telah memasuki usia tua, tulang-tulangnya mulai rapuh, dan rambutnya telah memutih. Di sisi lain, istrinya juga telah tua dan bahkan mandul. Meski demikain, setelah kejadian yang dialami Maryam, ia memiliki keinginan kuat untuk memiliki seorang anak dengan berdoa kepada Allah Ta’ala,“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau dzurriyah thayyibah.”

Bagi orangtua, tentu ia menyadari betul bahwa anak merupakan karunia dan nikmat yang diberikan Allah kepada pasangan suami istri. Karena, salah stau tujuan dari pernikahan adalah sebagai wasilah untuk mendapatkan keturunan. Sehingga, kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga menjadi nikmat tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh orangtua. Kehadirannya akan senantiasa di tunggu-tunggu. Hari demi hari, bulan demi bulan, orangtua akan senantiasa mengikuti perkembangan si janin. Dan, setelah lahir, anak seolah-olah menjadi perhiasan dunia bagi orangtuanya. Hal ini sebagaimana yang telah Allah sampaikan;

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَل

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…” (QS:Al-Kahfi : 46). Anak sebagai perhiasan dunia lantaran mereka akan mampu memberikan kekuatan dan pembelaan bagi orangtuanya. Continue reading

Halalkah Cara Kita Memperoleh…

Tags

Dengan gundah, seorang wanita menghadap kepada Imam Hambali, minta fatwa dari beliau. “Wahai Imam Hambali, dengarkanlah kisahku ini. Semoga dirimu dan diriku mendapat keampunan Allah,”

Kemudian dia terdiam. “Sesungguhnya saya ini perempuan yang miskin. Saya tidak mempunyai apa-apa kecuali tiga orang anak yang masih kecil. Hidup saya sungguh melarat, hingga kami tidak mempunyai lampu untuk menerangi rumah,” sambungnya.

“Untuk membiayai hidup kami anak beranak, saya bekerja sebagai pemintal benang. Saya akan memintal pada waktu malam dan akan menjualnya pada siang hari,”sambungnya lagi.

“Di manakah suamimu, Bu?” tanya Imam Hanbali. “Ia ada di antara mereka yang menentang Khalifah Al-Mu’tasim yang zalim itu. Dia gugur syahid dalam satu pertempuran dengan pasukan tentara yang hendak menangkap mereka. Sejak itu, hidup kami melarat,” jawab wanita itu.

“Teruskan ceritamu,” pinta Imam Hambali. “Karena rumah kami tidak ada lampu, maka saya terpaksa menunggu sampai bulan purnama, barulah saya dapat memintal benang,” kata wanita itu.

Kemudian dia menyambung ceritanya. “Pada suatu malam, ada kafilah dagang dari Syam datang lalu singgah bermalam, dekat dengan gubuk kami. Mereka membawa lampu yang banyak sehingga cahayanya sampai menerangi rumahku. Saya mengambil kesempatan untuk bekerja memintal benang di bawah cahaya lampu mereka”.
“Sekarang, pertanyaan saya adalah, apakah uang hasil jualan benang yang saya pintal di bawah cahaya lampu milik kafilah itu, halal untuk saya gunakan?”

Imam Hambali kagum, tercekat mendengar cerita wanita itu. Lalu dia bertanya,” Siapakah engkau wahai wanita muda yang sangat berpikir tentang hukum agama di saat umat Islam lalai dan kikir terhadap harta mereka?”

Pelan, wanita itu berkata, “Saya adalah adik perempuan Basyar Al-Hafidz yang meninggal dunia,” jawab wanita itu dengan kerendahan hatinya. Mendengar jawaban itu, Imam Hambali menangis tergugu. Janggutnya basah oleh air mata.

Imam Hambali sangat mengenali Basyar Al-Hafidz, seorang gubernur yang beriman dan beramal soleh. Setelah tangisannya reda, maka Imam Hambali pun berkata, “Sesungguhnya saya sangat takut pada azab Allah. Karena itu, berilah saya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu itu. Silahkan kembali ke rumahmu, dan besok datang ke sini lagi, Bu.”

Imam Hambali memang tidak mau terburu-buru memberikan jawaban, apalagi soal haram dan halalnya sesuatu.

Pada malam itu, beliau berdoa, bermunajat serta memohon petunjuk pada Allah SWT.

Keesokan harinya, wanita muda itu datang lagi untuk mendengar jawaban dari Imam Hambali.

“Wahai wanita yang solehah. Sesungguhnya kain penutup muka yang engkau pakai itu lebih mulia dari pada sorban yang aku pakai. Kami ini tidak layak untuk disamakan dengan orang tua yang telah mendahului kita. Sesungguhnya kamu seorang perempuan yang berhati luhur, bertakwa dan penuh rasa takut kepada Allah,” masygul Imam Hambali berkata, hampir menangis.

“Wahai tuan Imam Hambali. Bagaimana dengan pertanyaan saya semalam?” desak perempuan muda itu.

“Berkenaan pertanyaanmu, sekiranya engkau tidak mendapat izin dari rombongan kafilah dagang itu, maka tidak halal bagimu menggunakan uang dari hasil jualan benang itu,” jawab Imam Hambali.

Wanita itu kini sangat sedih, karena sampai hari itu belum mendapat ijin dari rombongan kafilah dagang itu. Dia ingin dan sanggup menemui mereka seorang demi seorang dari rombongan tersebut agar mendapat ijin, hingga dia dapat menggunakan uang yang kini berada di genggamannya.

Malang, rombongan itu telah pergi menjauh, berpencar. Usahanya tampaknya sia-sia. Berita tentang wanita solehah itu akhirnya sampai ke pengetahuan Khalifah Al-Mutawakkil. Beliau sungguh kagum dengan wanita tersebut lalu memberinya uang sebanyak 10 ribu dinar.

Wanita muda itu kembali menemui Imam Hambali sekali lagi lalu bertanya tentang uang hadiah khalifah. ” Adakah uang itu halal bagi kami?”

“Khalifah juga pernah memberikan saya uang sebanyak itu. Tetapi saya sedekahkan kepada fakir miskin yang saya temui di jalan,” jawab Imam Hambali.

Wanita itu pun mengikuti jejak Imam hambali. Dia memberikan uang tersebut kepada fakir miskin…

** Kisah nyata yang selalu membuat kita tercekat…  Sangat…. Sangat malu hati.
Apalagi jika dengan mudahnya kita kerap “membiayakan” sesuatu seolah itu memang jadi hak kita yang sepertinya “HALAL” sebagai auditor, PNS, pejabat negara, anggota DPR, direktur, pegawai swasta, guru, staf, lawyer, notaris, pengusaha, dll…

— Copied from milist warnaislam —

Diingat Karena Kebaikannya

dikopi dari http://www.eramuslim.com/oase-iman/abi-sabila-diingat-karena-kebaikannya.htm

Oleh Abi Sabila

Kami belum mulai beraktifitas ketika Pak Usman, karyawan bagian umum, datang membawa setumpuk undangan.

“Undangan dari siapa, Pak?” aku bertanya pada Pak Usman yang berjalan ke arahku.

“Dari Pak Mukhlis. Insya Allah minggu depan beliau akan menikahkan putri pertamanya” jawab Pak Usman sambil menyodorkan satu undangan padaku. Dia mengangguk saat kuucapkan terima kasih.

Aku mengenal lebih dari satu orang bernama Mukhlis, tapi setelah membaca alamat yang tertera di undangan, aku langsung tahu Pak Mukhlis mana yang mengundangku. Berbeda dengan dua orang rekan kerja yang duduk di seberang mejaku. Meski Pak Usman sudah membantu menjelaskan, mereka tetap tak bisa mengingat sosok Pak Mukhlis yang memang sudah resign beberapa tahun yang lalu ini.

“Kamu tahu Pak Mukhlis?” tanya salah satu dari mereka padaku.

Aku mengangguk.

“Pak Mukhlis yang mana ya?” cecar yang lainnya. Mereka makin penasaran karena ternyata aku mengenalnya sedang mereka sama sekali tak bisa mengingatnya.

Aku tak langsung menjawab. Jika tadi Pak Usman telah menjelaskan segala yang berkaitan dengan Pak Mukhlis, mulai dari asal usulnya, di bagian dimana dulu beliau bekerja hingga ciri-ciri fisik serta kebiasaan beliau yang datang dan pulang dengan berjalan kaki, namun semua itu tak mampu mengembalikan ingatan kedua rekanku akan sosok Pak Mukhlis, maka percuma saja jika aku mengulanginya lagi. Akhirnya aku menemukan satu penjelasan yang belum Pak Usman sampaikan. Kukatakan bahwa Pak Mukhlis yang memberi undangan ini adalah Pak Mukhlis yang dulu setiap hari membersihkan mushola, sesaat sebelum jam istirahat.

Seolah kuhadirkan langsung sosok Pak Mukhlis di hadapan mereka, kedua rekan kerjaku ini langsung kompak ber-o..panjang.

“Jadi yang memberikan undangan ini adalah Pak Mukhlis yang dulu rajin menyapu dan mengepel mushola?” Continue reading